Sabtu, 27 Desember 2014

#9 Jouney - For the love of God

Perjalanan Fulan amatlah melelahkan, menguras segala olah rasa juga pengalaman batin yang sangat berharga meskipun banyak pengalaman yang membuatnya terluka secara batin, mencabik-cabik  nurani yang tak terbayangkan sebelumnya. Kelelahan amat sangat terpatri pada wajahnya tertunduk sedih, melemahkan seluruh raganya juga , Fulan butuh istirahat, menyendiri, berkeluh kesah, dan dia memilih untuk mengadukan segala resah hatinya pada sebaik-baik tempat, sang Rabb yang melimpahkan segala kejadian pada dirinya.


Dan meski dalam diri Fulan banyak sekali kalimat tanya, pemberontakan, protes , atau apapun bahasanya, sulit memang , tapi yang itulah terbaik yang harus dilakukan . Di sepertiga malam saat yang hening lagi tenang Fulan bermunajat bertafakur mendoakan untuk kemuliaan serta dikabulkan apa yg menjadi hajatnya, Fulan memohon untuk diberi ketabahan, kekuatan untuk tetap berdiri tegak dihantam kenyataan pahitnya kehidupan serta berusaha tetap berprasangka baik pada Sang Maha Berkehendak, bahwa bukan kebencian yang membuat Fulan dihadapkan dengan berbagai kesusahan, melainkan wujud kecintaanNya dan sedang memperhatikan dirinya.
 

Fulan sadar, ketika semakin mendekat, semakin tidak mudah tantangannya, hal yang amatlah berat memproses hati pada keikhlasan mutlak karena keterikatan batin untuk bisa merasakan kemuliaan dari sang Rabb adalah mempersihkan hati dalam niat dan keikhlasan, itulah jembatan untuk bisa menerima keutamaan dari Allah adapun derajat atau balasan sesungguhnya berada di genggaman Sang pembuat hidup, Fulan menguatkan tekadnya untuk bisa mencapai kemuliaan disisi Rabb , Insya Allah.


Jumat, 10 Oktober 2014

#8 Journey - ...and Justice is real ?

Sejak kedatangannya di kediaman paman tercinta, seringkali si Fulan merenung, mungkin ini kesempatan untuk selalu membawa manfaat, kemaslahatan, kedamaian, kebahagiaan atau paling tidak memberikan keceriaan di manapun dia berada. Berusaha ramah dan berprilaku baik pada lingkungan sekitar agar mereka berprasangka baik pula padanya dan mau mnerimanya sebagai saudara. "Ya, aku harus berbuat sesuatu...", bergumam si Fulan

Dan sekarang, pamannyalah yg sedang sangat membutuhkan bantuan, di belakang rumah ada sepetak tanah dengan pohon singkong tumbuh tidak terawat. Maka esok harinya, pagi-pagi sekali, dia ambil singkong serta daun yg layak panen dari kebun. "Kalau kujual ke pasar, hasilnya Insya Allah bisa utk menyambung hidupku dan paman beberapa hari ke depan...", pikirnya.

Si Fulan pun membawa hasil panennya ke pasar. DI tengah perjalanan di menjumpai seorang pria, bersih rapi, gagah… kalau dilihat dari pakaian yang dikenakannya… “Ah.. ternyata dia suadara seimanku…”, hatinya kegirangan. Tapi sedang apa dia? Di depannya tampak seorang laki-laki separuh baya, memakai kaus kutang lusuh, topi caping dikepala dan cangkul di tangannya.. seorang petani..? kenapa raut mukanya sedih tertunduk dan ketakutan..? Rupanya si pria sedang memarahinya..!

“Ayo, mana janjimu??!” hardik si pria.
“Maaf pak, hari ini saya belum punya..”, jawab si petani terbata.
“Belum punya ?, kan kamu sendiri yang janji hari ini mau bayar?!”, menghardik si pria.
“Iya maaf sekali lagi, saya minta tempo satu hari lagi pak, saat ini istri saya sakit, saya hendak ke puskesmas buat mengantar istri berobat, saya sisihkan untuk bayar bunganya dulu ya pak….”, memohon si petani.

“Bunga..???!”, Fulan terperanjat. Saudaranya itu ternyata seorang rentenir yang meminjamkan uang dengan bunga, dan bunga itu cukup tinggi, sehingga si petani itu tidak sanggup membayarnya. Si Fulan tertunduk sedih. “Ya Allah, ampunilah kami, yang tidak bisa membedakan mana rezeki yang halal dan mana yang haram… “. Saudara seimannya sendiri yang seharusnya menjadi contoh bagaimana berakhlak mulia terhadap sesama, malah justru mengoyak ajaran agamanya sendiri, menodai kesucian nilai-nilai hidup yang telah diajarkan kepadanya.

Disadari atau tidak, perbuatannya yang seperti itu justru yang akan menggoyahkan sendi-sendi agamanya yang seharusnya dia tegakkan setinggi-tingginya..? Si Fulan hanya berharap, seandainya saudaranya itu tidak bisa menjadi penegak, tapi paling tidak janganlah menjadi orang yang akan menghancurkan kehormatan ajaran agamanya dari dalam. Karena itu akan lebih menyakitkan dan berbahaya dibandingkan ancaman yang datang dari luar.

Minggu, 05 Oktober 2014

#7 Journey - No Action Talk Only

Perjalanan pun berlanjut.... sampai di kota tempat pamannya tinggal...
seperti ada sesuatu yang lain di sini..? Tampaknya suatu lingkungan yang amat menjunjung tinggi kebersamaandan dan solidaritas, terlihat dari begitu banyaknya slogan-slogan tertempel di dinding, spanduk-spanduk pingir jalan, bertuliskan 'SEMANGAT BERBAGI!', 'KITA SEMUA BERSAUDARA', 'DUKAMU ADALAH LUKAKU...' dan ... lihat, banyak pemuda-pemudi yang sedang menyebarkan pamflet dan dukungan kepedulian terhadap korban bencana alam ! Wah, tempat ini hebat!

Tapi... sebentar.., begitu dia sampai di kediaman pamannya, apa yang dia lihat..? Seorang lelaki tua yang sudah mulai renta, berdiri gemetar menyambutnya di pintu, kedua tangan keriputnya bertumpu pada sebatang tongkat kayu, bajunya lusuh, abu-abu kecoklatan karena kotor... sorot matanya nanar menatapnya... Pamannya lapar...

Lapar...? Tanya FUlan dalam hati... Bukankah disekelilingnya dia memiliki saudara yang akan peduli dengan keadaanya? Kemana mereka semua? Sibuk berkampanye tentang kepedulian sosial?

Si Fulan menghela nafas panjang... dia merasa berdosa... Seandainya dia dan setiap pribadi muslim yang lain sadar akan kewajiban rutinnya 'berbagi' sedekah untuk setiap keping rezeki yang dia dapat. Tak akan ada yang berdiri dengan perut lapar seperti bapak tua di ujung jalan tadi.Tak akan ada anak menangis minta susu ke ibunya yang hanya mampu memberi air putih ke bayinya. Tak akan ada pengurus panti yang kepanasan berkeliling kampung mencari dana untuk kelangsungan hidup anak yatim yang menjadi tanggungannya.

Si Fulan merogoh kantung bekalnya..., ada sepotong roti sisa sahur tadi malam. Mukanya berseri, senang karena bisa memberi sedikit obat sekedar menunda lapar untuk pamannya, dan Fulan memutuskan untuk tinggal beberapa saat di rumah sang paman hingga membaik kondisinya.

Bukankah, bukan berapa banyak jumlah yang bisa kita sedekahkan...? Melainkan seberapa besar bagian dari semua kekayaan yang kita miliki yang akan membuatnya berarti di Mata Tuhannya...?

Selasa, 30 September 2014

#6 Journey - A different kind of truth

Si Fulan-pun melanjutkan perjalanan...

Keprihatinan kembali menyapanya, dia berjumpa begitu banyak kaumnya. Di tengah kebahagiaan bertemu saudara, terselip juga rasa sedih demi melihat ada beberapa yang hanya ‘menampilkan‘ diri sebagai ‘saudara‘ tapi dengan perilaku dan perbuatan yang jauh dari ajaran yg dianutnya. Fulan sedih sudaranya itu tidak menyadari bahwa penampilannya didepan masyarkat itu membawa tanggung jawab besar, yaitu menjunjung dan menjaga kesucian ajaran yang diwakilinya. 

Ketika dia berbuat nista, kebenaran agamanya akan dipertanyakan oleh semua orang dan akan berimbas pula kepada saudaranya yang lain karena masyarakat akan memukul rata bahwa merekapun sama ‘parahnya‘ dengan dirinya hanya karena membawa ‘bendera‘ yg sama. Akan tetapi ada sedikit angin sejuk ketika dia mengarahkan pandangan ke tempat lain, ternyata masih ada yang masih tetap menjaga kehormatan diri dan agamanya...

Fulan tersenyum... Berharap masyrakatpun akan berpikir objekif bahwa tidak bisa menilai suatu kaum hanya dari perilaku satu atau beberapa orang saja, kita harus melihat lebih luas dan menelaah lebih dalam, baru kita bisa menilai... Dan kembali Si Fulan tersenyum... masih ada harapan... katanya dalam hati..

#5 Journey - The Enemy Inside

...di awal perjalanannya, Fulan sudah mendapati kesedihan mengenai pandangan orang terhadap dirinya, hanya karena perbuatan seseorang dengan penampilan hampir senada dengan apa yang dia kenakan, dia juga dituduh berasal dari kelompok yang sama yang telah berbuat jahat dan menyakiti orang-orang tak bersalah...? 

Si Fulan paham benar mengenai dampak pemberitaan sepihak media massa akan sangat berpengaruh terhadap penilaian orang terhadap dirinya, dan bahkan akan menjadi senjata ampuh buat pihak tertentu untuk memanfaatkan pencitraan buruk media serta memojokkan diri dan keyakinannya. Padahal dia hanya ingin menyebarkan dan memberitahukan ajaran suci yang telah diamanahkan oleh Nabi Besar-nya dengan damai, lemah lembut dan samaa sekali tanpa paksaan...? 

Si Fulan hanya bisa menghela nafas panjang... dia tersinggung, kecewa, marah, sedih tumpah ruah jadi satu, tapi dia tahu dia harus mampu menahan diri, karena melampiaskan kemarahan tidak akan merebut simpati siapapun. malah hanya akan memicu masalah lain atau malah memperparah anggapan orang bahwa dia memang suka kekerasan.. Tidak,tidak, tidak... dia harus tetap tenang... dia harus tetap dijalurnya... 

Dia tahu, mereka beranggapan dan bersikap seperti itu hanya karena mereka tidak tahu. Oleh karenanya dia harus tetap menyampaikan dengan santun pada siapapun yang dia temui dalam perjalanannya bahwa ajaran yang dibawanya tidak seperti yang sering orang dengar di media masa... Dan dia yakin bahwa dia tidak sendiri ...

Kamis, 25 September 2014

#4 Journey - "ain't know me ? dont judge me."

... pada perjalanan selanjutnya Si Fulan berniat mengunjungi Sang Paman yang memang sudah lama tak terdengar kabarnya, kemudian si Fulan memutuskan ke staisiun kereta api dan membeli tiket untuk ke rumah pamannya, di peron dan ruang tunggu Fulan tertegun sejenak, sedikit terkejut..., beberapa pasang mata menatap curiga, sebagian membuang muka dengan sinis, yang lain berusaha menjaga jarak, menjauh ...

KENAPA? karena pecinya? cambangnya? celana cingkrang se-tulang keringnya? lantas kenapa dengan semua itu?!

Si Fulan memang sengaja menunjukkan jati dirinya, siapa dia sebenarnya karena dia bangga... tanpa ada sedikitpun rasa takut untuk menjadi tidak populer, tidak diterima dalam satu komunitas, tidak bisa mendapat pekerjaan, atau bahkan ditakuti oleh lingkungan sekitarnya, Fulan sama sekali tidak takut dengan agamanya sendiri... dia hanya berusaha menjalankan sunnah yang diperintahkan Nabi Besarnya, dan karena dia yakin penampilannya adalah untuk mewakili suatu ajaran yang sangat manusiawi dan memanusiakan manusia, penuh kasih sayang terhadap sesama, lemah lembut dalam menyampaikan, jauh dari kekerasan dan prasangka buruk...,

... dan finalnya Fulan ditolak untuk naik kereta meski tiket sudah di tangan, dengan lesu Fulan berlalu hendak mencari transportasi lain, belum lama berselang tiba-tiba terdengar ledakan dahyat bergemuruh ternyata kereta yang batal dinaiki meledak ?
Bergumam Fulan dalam hati, "……???"

Senin, 22 September 2014

#3 Journey - Phobia, Public Enemy

.... pada sepenggal perjalanannya si Fulan terpaku melihat banyaknya antrian yg menimbulkan phobia di masyarakat, takut kehabisan, rela berjam-jam antri hanya demi mendapatkan jatah yang semoga masih berharga 'lama'...

Dalam keheranan hatinya, si Fulan bertanya kenapa bisa terjadi antrian panjang yang lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya ini?, 'kekompakan' atas reaksi ketakutan masyarakat kehabisan barang?
Atau ada pihak yang sengaja memanfaatkan kesempatan memancing dalam air keruh demi keuntungan sendiri dan mengacuhkan lainnya?

Seandainya tiap pribadi tidak mementingkan dirinya sendiri, tentu akan lebih banyak kepentingan umum yang  terlayani dan lebih banyak keuntungan yang didapat oleh pedagang karena pahala memudahkan urusan orang  yang sedang sangat membutuhkan, dibanding menimbun barang dan membuat kesusahan bagi banyak orang...

Jumat, 19 September 2014

#2 Journey - am i Fulan ? ... yes i am

....ada sesuatu dalam hatinya yang tidak percaya dengan apa yang didengar telinganya atau dibaca melalui matanya mengenai agama yang memang sudah dianutnya sejak dia lahir. Dia memang bukan penganut yang baik, tapi dia merasa mengenal ajaran yang disampaikan oleh Nabi Besarnya, dan kabar yang dia terima adalah berbalik dengan apa yang dia ingat... 
Ajaran yang selalu mengajak dan menyampaikan dengan santun dan lemah lembut, tanpa ada tekanan, paksaan, apalagi hukuman apabila menolak. Hanya satu persyaratan yang dibutuhkan, yaitu mau menerima kebenaran dengan ikhlas hanya  karena Sang Pencipta...
Akhirnya dia memutuskan untuk berkelana berusaha mencari tahu, masih adakah "kebenaran hakiki yang sempat dia dengar melalui kedua telinga bayinya, sebuah ajakan untuk menunaikan sholat dan menuju kemenangan yang dilantunkan ayahanda tercintanya... ?

#1 journey - we are moslem not terrorist

.....Alkisah, perjalanan Si Fulan bermula dari rasa kesedihannya mengenai kabar berita dari media massa, koran, radio, televisi, internet maupun film yang menyudutkan kaumnya, muslim, yang selalu dikaitkan dengan tindakan kekerasan, kerusuhan, arogansi mengenai berbagai macam permasalahan di masyarakat sekitarnya...