Perjalanan Fulan amatlah melelahkan, menguras segala olah
rasa juga pengalaman batin yang sangat berharga meskipun banyak pengalaman yang
membuatnya terluka secara batin, mencabik-cabik nurani yang tak terbayangkan sebelumnya.
Kelelahan amat sangat terpatri pada wajahnya tertunduk sedih,
melemahkan seluruh raganya juga , Fulan butuh istirahat, menyendiri, berkeluh
kesah, dan dia memilih untuk mengadukan segala resah hatinya pada sebaik-baik
tempat, sang Rabb yang melimpahkan segala kejadian pada dirinya.
Dan meski dalam diri Fulan banyak sekali kalimat tanya,
pemberontakan, protes , atau apapun bahasanya, sulit memang , tapi yang itulah
terbaik yang harus dilakukan . Di sepertiga malam saat yang hening lagi tenang
Fulan bermunajat bertafakur mendoakan untuk kemuliaan serta dikabulkan apa yg
menjadi hajatnya, Fulan memohon untuk diberi ketabahan, kekuatan untuk tetap
berdiri tegak dihantam kenyataan pahitnya kehidupan serta berusaha tetap
berprasangka baik pada Sang Maha Berkehendak, bahwa bukan kebencian yang
membuat Fulan dihadapkan dengan berbagai kesusahan, melainkan wujud kecintaanNya
dan sedang memperhatikan dirinya.
Fulan sadar, ketika semakin mendekat, semakin tidak mudah
tantangannya, hal yang amatlah berat memproses hati pada keikhlasan
mutlak karena keterikatan batin untuk bisa merasakan kemuliaan dari sang Rabb
adalah mempersihkan hati dalam niat dan keikhlasan, itulah jembatan untuk bisa
menerima keutamaan dari Allah adapun derajat atau balasan sesungguhnya berada
di genggaman Sang pembuat hidup, Fulan menguatkan tekadnya untuk bisa mencapai
kemuliaan disisi Rabb , Insya Allah.